Jumat, 04 Maret 2011

Makalah Bhs. Indonesia

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE BERCERITA BERPASANGAN PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS VI SEKOLAH DASAR

 

Ringkasan:
Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tidak dapat dipungkiri bahwa model pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan yang dikembangkan dan diterapkan oleh guru di sekolah dasar sangat berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
Kegiatan pembelajaran yang masih dilakukan secara klasikal dengan model yang banyak diwarnai dengan ceramah dan bersifat guru sentris menyebabkan siswa kurang aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu pembelajaran bahasa Indonesia pada hakekatnya adalah belajar untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara lisan dan tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia di segala fungsinya.
Berdasarkan uraian di atas maka kiranya perlu diterapkan suatu metode belajar yang menjadikan siswa aktif dan menyenangkan sehingga prestasi belajarnya meningkat maka dari itu diadakan penelitian tentang bagaimana proses belajar mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan dan apakah melalui pembelajaran tersebut dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VI sekolah dasar.
Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif yaitu metode yang tidak menguji hipotesis melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti.
Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar anak.
BAB I PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Pada hakekatnya pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Indonesia yaitu belajar berkomunikasi dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis serta untuk mengembangkan kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dalam segala fungsinya yaitu sebagai sarana berpikir atau bernalar.
Di lembaga pendidikan yang bersifat formal seperti sekolah, keberhasilan pendidikan dapat dilihat dari hasil belajar siswa dalam prestasi belajarnya. Kualitas dan keberhasilan belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru memilih dan menggunakan metode pengajaran.
Kenyataan di lapangan, khususnya dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, kegiatan pembelajarannya masih dilakukan secara klasikal. Pembelajaran lebih ditekankan pada model yang banyak diwarnai dengan ceramah dan bersifat guru sentris. Hal ini mengakibatkan siswa kurang terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan siswa hanya duduk, diam, dengar, catat dan hafal. Kegiatan ini mengakibatkan siswa kurang ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran yang cenderung menjadikan mereka cepat bosan dan malas belajar.
Melihat kondisi demikian, maka perlu adanya alternatif pembelajaran yang berorientasi pada bagaimana siswa belajar menemukan sendiri informasi, menghubungkan topik yang sudah dipelajari dan yang akan dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, serta dapat berinteraksi multi arah baik bersama guru maupun selama siswa dalam suasana yang menyenangkan dan bersahabat. Salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagaimana yang disarankan para ahli pendidikan adalah pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan.
Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan pada anak untuk bekerja sama dengan tugas-tugas terstruktur (Lie, 1999:12). Melalui pembelajaran ini siswa bersama kelompok secara gotong royong maksudnya setiap anggota kelompok saling membantu antara teman yang satu dengan teman yang lain dalam kelompok tersebut sehingga di dalam kerja sama tersebut yang cepat harus membantu yang lemah, oleh karena itu setiap anggota kelompok penilaian akhir ditentukan oleh keberhasilan kelompok. Kegagalan individu adalah kegagalan kelompok dan sebaliknya keberhasilan siswa individual adalah keberhasilan kelompok. Sedangkan bercerita berpasangan merupakan salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif. Yang membedakan tipe bercerita berpasangan dengan lainnya adalah dalam tipe ini guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam kegiatan ini, siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi.
B.            Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.             Bagaimana proses belajar mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan di kelas VI Sekolah Dasar?
2.             Apakah keuntungan dan kelemahan penerapan pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VI Sekolah Dasar?
C.            Tujuan Penulisan
Melalui penulisan ini bertujuan untuk :
1.             Mengetahui bagaimana proses belajar mengajar Bahasa Indonesia dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan di kelas VI SekolahDasar.
2.             Mengetahui keuntungan dan kelemahan penerapan pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa di kelas VI Sekolah Dasar.
D.           Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dari hasil penulisan ini adalah:
1.             Bagi penulis atau mahasiswa PGSD, dapat dijadikan sebagai salah satu modal pembelajaran yang nantinya dapat diterapkan pada saat terjun langsung di masyarakat.
2.             Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan alternatif pembelajaran di sekolah guna meningkatkan prestasi belajar siswa.
3.             Bagi siswa, dapat memotivasi siswa dalam beraktifitas atau berpikir secara optimal dalam metode kooperatif agar siswa tidak jenuh dan bosan.
E.            Batasan Masalah
Agar dalam pembahasan penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan maka:
1.             Penelitian ini hanya membatasi pada penerapan pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan.
2.             Penelitian ini difokuskan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia pokok bahasan mendengarkan berita.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.           Pembelajaran Kooperatif
Sistem pembelajaran kooperatif bisa didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk dalam struktur ini adalah lima unsur pokok yaitu saling ketergatungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama dan proses kelompok. Metode pembelajaran kooperatif disebut juga metode pembelajaran gotong royong. Ironisnya model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam pendidikan, walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Kebanyakan pengajar enggan menerapkan sistem kerja sama di dalam kelas karena beberapa alasan. Alasan yang utama adalah kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam grup. Selain itu, banyak orang mempunyai kesan negatif mengenai kegiatan kerja sama atau belajar dalam kelompok.
Menurut Bannet (1991), cooperative learning adalah kerja kelompok, tetapi tidak semua kerja kelompok merupakan pembelajaran kooperatif. Unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah :
1.             Ketergantungan yang positif
2.             Akuntabilitas individual
3.             Interaksi tatap muka
4.             Ketrampilan sosial
5.             Prosesing
Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan :
a.              Saling ketergantungan positif
b.             Tanggung jawab perseorangan
c.              Tatap muka
d.             Komunikasi antar anggota
e.              Evaluasi proses kelompok
1)             Saling ketergantungan positif
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk mencapai kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.
Penilaian juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari “sumbangan” setiap anggota. Untuk menjaga keadilan, setiap anggota menyumbangkan poin di atas nilai rata-rata mereka. Misalnya nilai rata-rata si A adalah 65 dan kali ini dia mendapat 72, maka dia akan menyumbangkan 7 poin untuk nilai kelompok mereka. Dengan demikian, setiap siswa akan bisa mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan. Beberapa siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap rekan-rekan mereka karena toh mereka enggan memberikan sumbangan. Malahan merasa terpacu untuk meningkatkan usaha mereka dan dengan demikian menaikkan nilai mereka. Sebaliknya, siswa yang lebih pandai juga tidak akan merasa dirugikan karena rekannya yang kurang mampu juga telah memberikan bagian sumbangan mereka.
2)              Tanggung jawab perseorangan
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode pembelajaran kooperatif adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya. Masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3)             Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing kelompok. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.
4)             Komunikasi antar anggota
Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
5)             Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Format evaluasi bisa bermacam-macam tergantung pada tingkat pendidikan siswa. Tujuan pembelajaran kooperatif antara lain dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, meningkatkan motivasi belajar siswa, menumbuhkan sikap saling menghormati dan bekerja sama, menumbuhkan sikap tanggung jawab, meningkatkan rasa percaya diri, dapat belajar memecahkan masalah dengan cara yang lebih baik.
Pembelajaran kooperatif terdapat berbagai teknik/tipe yang dapat diterapkan antara lain :
a.              Mencari Pasangan (make a match), dikembangkan oleh Lorna Curran (1994).
b.             Bertukar Pasangan
c.              Berpikir – Berpasangan – Berempat, dikembangkan oleh Frank Lyman (Think – Pair – Share) dan Spencer Kagan Think – Pair – Square).
d.             Berkirim Salam dan Soal
e.              Kepala Bernomor (Numbered Heads), dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992).
f.              Kepala Bernomor Terstruktur
g.             Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Guests), dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992).
h.             Keliling Kelas
i.               Lingkaran Kecil Lingkaran Besar
j.               Tari Bambu
k.             Jigsaw, dikembangkan oleh Aronsol et al.
l.               Bercerita Berpasangan
Menurut Savage (1996:222) dalam pembelajaran kooperatif diperlukan keputusan dari guru untuk mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.              Menentukan topik yang akan digunakan dalam kerja kelompok.
b.             Membuat keputusan tentang ukuran dan komposisi kelompok.
c.              Menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan.
d.             Memantau kerja siswa dalam kelompok.
e.              Memberikan saran penyelesaian masalah yang cocok.
f.              Evaluasi serta memberikan saran-saran.
Dalam metode pembelajaran kooperatif siswa juga bisa belajar dari sesama teman. Guru lebih berperan sebagai fasilitator. Tentu saja, ruang kelas juga perlu ditata sedemikian rupa, sehingga menunjang pembelajaran kooperatif. Tentu saja, keputusan guru dalam penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah :
a.              Ukuran ruang kelas
b.             Jumlah siswa
c.              Tingkat kedewasaan siswa
d.             Toleransi guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lalu lalang siswa
e.              Toleransi masing-masing siswa terhadap kegaduhan dan lalu lalang siswa
f.              Pengalaman guru dalam melaksanakan metode pembelajaran gotong royong
g.             Pengalaman siswa dalam melaksanakan pembelajaran gotong royong. Seperti telah diungkapkan, tidak semua kerja kelompok bisa dianggap sama dengan model pembelajaran kooperatif. Pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk membina pembelajar dalam mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengan pembelajar lainnya. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif yaitu pengelompokkan, semangat kooperatif, dan penetaan ruang kelas.
B.            Pembelajaran Kooperatif Tipe Bercerita Berpasangan
Teknik mengajar Bercerita Berpasangan (Paired Storylelling) dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antara siswa, pengajar, dan bahan pelajaran (Lie, 1994). Teknik ini bisa digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun bercerita. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara. Bahan pelajaran yang palin cocok digunakan dalam teknik ini adalah bahan yang bersifat naratif dan deskriptif. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan dipakainya bahan-bahan yang lainnya.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam kegiatan ini, siswa diransang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan berimajinasi. Buah-buah pemikiran mereka akan dihargai, sehingga siswa merasa makin terdorong untuk belajar. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan ketrampilan berkomunikasi. Bercerita berpasangan bisa digunakan untuk suasana tingkatan usia anak didik.
Tahap-tahap pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan antara lain :
1.             Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi dua bagian.
2.             Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru. Dalam kegiatan ini, pengajar perlu menekankan bahwa memberikan tebakan yang benar bukanlah tujuannya. Yang lebih penting adalah kesiapan mereka dalam mengantisipasi bahan pelajaran yang akan diberi hari itu.
3.             Siswa dipasangkan.
4.             Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama. Sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua.
5.             Kemudian siswa disuruh mendengarkan atau membaca bagian mereka masing-masing.
6.             Sambil membaca/mendengarkan, siswa disuruh mencatat dan mendaftar beberapa kata/frasa kunci yang ada dalam bagian masing-masing. Jumlah kata/frasa bisa disesuaikan dengan panjang teks bacaan.
7.             Setelah selesai membaca, siswa saling menukar daftar kata/frasa kunci dengan pasangan masing-masing.
8.             Sambil mengingat-ingat/memperhatikan bagian yang telah dibaca/didengarkan sendiri, masing-masing siswa berusaha untuk mengarang bagian lain yang belum dibaca/didengarkan (atau yang sudah dibaca/didengarkan pasangannya) berdasarkan kata-kata/frasa-frasa kunci dari pasangannya. Siswa yang telah membaca/mendengarkan bagian yang pertama berusaha untuk menuliskan apa yang terjadi selanjutnya. Sedangkan siswa yang membaca/mendengarkan bagian yang kedua menuliskan apa yang terjadi sebelumnya.
9.             Tentu saja, versi karangan sendiri ini tidak harus sama dengan bahan yang sebenarnya. Tujuan kegiatan ini bukan untuk mendapatkan jawaban yang benar, melainkan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar dan mengajar. Setelah selesai menulis, beberapa siswa bisa diberi kesempatan untuk membacakan hasil karangan mereka.
10.         Kemudian, pengajar membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.
11.         Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu. Diskusi bisa dilaksanakan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.
BAB III METODOLOGI PENULISAN
Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif, yaitu metode yang tidak menguji hipotesis melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti.
Penulisan karya ini termasuk penelitian dengan pendekatan kualitatif yang datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau apa adanya (naturalistik), tidak diubah dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan dengan maksud untuk menemukan kebenaran dibalik data yang objektif dan cukup. Penelitian ini lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada nalisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah. Hal ini bukan berarti pendekatan kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif akan tetapi penekanannya tidak pada pengujian hipotesis melainkan pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara berpikir formal dan argumentatif. Banyak penelitian kualitatif merupakan penelitian sampel kecil. Data atau informasi yang diajring penelitian kualitatif dapat terbentuk gejala yang sedang berlangsung, reproduksi ingatan, pendapat yang bersifat teoritis atau praktis dan lain-lainnya. Data tersebut baik berupa kata atau tindakan, oleh karena itu analisis isi lebih penting.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumenter. Istilah dokumenter atau dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti barang-barang tertulis. Alat pengumpul datanya disebut form dokumen atau form pencatatan dokumen. Sedangkan sumber datanya berupa catatan atau dokumen. Metode dokumenter dengan demikian berarti upaya pengumpulan data dengan menyelidiki benda-benda tertulis. Benda tertulis tersebut dapat berupa catatan resmi seperti buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, dan lain-lainnya, atau catatan tidak resmi, berupa catatan ekspresif seperti catatan harian, bibliografi dan lain sebagainya.
Analisis data kualitatif menurut Lexy J. Moleong (1994:196) sebagai berikut:
a.              Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber.
b.             Reduksi data.
c.              Menyusun data hasil reduksi ke dalam satuan-satuan.
d.             Melakukan kategorisasi terhadap satuan-satuan data sambil membuat kodig.
e.              Uji keabsahan data.
f.              Penafsiran data dalam mengubah hasil sementara menjadi teori substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.
g.              Penarikan kesimpulan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A.           Hasil
Dari hasil analisis buku-buku yang berkaitan dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VI Sekolah Dasar, penulis dapat menyusun rencana pembelajaran yang sesuai.

0 komentar:

Posting Komentar