PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE BERCERITA BERPASANGAN PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS VI SEKOLAH DASAR
Ringkasan:
Dalam
penerapan model pembelajaran kooperatif tidak dapat dipungkiri bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan yang
dikembangkan dan diterapkan oleh guru di sekolah dasar sangat
berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
Kegiatan
pembelajaran yang masih dilakukan secara klasikal dengan model yang
banyak diwarnai dengan ceramah dan bersifat guru sentris menyebabkan
siswa kurang aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu
pembelajaran bahasa Indonesia pada hakekatnya adalah belajar untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara lisan dan
tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia di segala fungsinya.
Berdasarkan
uraian di atas maka kiranya perlu diterapkan suatu metode belajar yang
menjadikan siswa aktif dan menyenangkan sehingga prestasi belajarnya
meningkat maka dari itu diadakan penelitian tentang bagaimana proses
belajar mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan penerapan
pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan dan apakah melalui
pembelajaran tersebut dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas
VI sekolah dasar.
Metode
yang digunakan adalah metode analisis deskriptif yaitu metode yang
tidak menguji hipotesis melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa
adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti.
Dari
hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran
kooperatif tipe bercerita berpasangan dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar anak.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang
akan datang.
Pada
hakekatnya pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Indonesia yaitu
belajar berkomunikasi dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa untuk
berkomunikasi secara lisan dan tertulis serta untuk mengembangkan
kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dalam segala fungsinya yaitu
sebagai sarana berpikir atau bernalar.
Di
lembaga pendidikan yang bersifat formal seperti sekolah, keberhasilan
pendidikan dapat dilihat dari hasil belajar siswa dalam prestasi
belajarnya. Kualitas dan keberhasilan belajar siswa sangat dipengaruhi
oleh kemampuan dan ketepatan guru memilih dan menggunakan metode
pengajaran.
Kenyataan
di lapangan, khususnya dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, kegiatan
pembelajarannya masih dilakukan secara klasikal. Pembelajaran lebih
ditekankan pada model yang banyak diwarnai dengan ceramah dan bersifat
guru sentris. Hal ini mengakibatkan siswa kurang terlibat dalam
kegiatan pembelajaran. Kegiatan siswa hanya duduk, diam, dengar, catat
dan hafal. Kegiatan ini mengakibatkan siswa kurang ikut berpartisipasi
dalam kegiatan pembelajaran yang cenderung menjadikan mereka cepat
bosan dan malas belajar.
Melihat
kondisi demikian, maka perlu adanya alternatif pembelajaran yang
berorientasi pada bagaimana siswa belajar menemukan sendiri informasi,
menghubungkan topik yang sudah dipelajari dan yang akan dipelajari
dalam kehidupan sehari-hari, serta dapat berinteraksi multi arah baik
bersama guru maupun selama siswa dalam suasana yang menyenangkan dan
bersahabat. Salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagaimana yang
disarankan para ahli pendidikan adalah pembelajaran kooperatif tipe
bercerita berpasangan.
Pembelajaran
kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan
pada anak untuk bekerja sama dengan tugas-tugas terstruktur (Lie,
1999:12). Melalui pembelajaran ini siswa bersama kelompok secara gotong
royong maksudnya setiap anggota kelompok saling membantu antara teman
yang satu dengan teman yang lain dalam kelompok tersebut sehingga di
dalam kerja sama tersebut yang cepat harus membantu yang lemah, oleh
karena itu setiap anggota kelompok penilaian akhir ditentukan oleh
keberhasilan kelompok. Kegagalan individu adalah kegagalan kelompok dan
sebaliknya keberhasilan siswa individual adalah keberhasilan kelompok.
Sedangkan bercerita berpasangan merupakan salah satu tipe dalam
pembelajaran kooperatif. Yang membedakan tipe bercerita berpasangan
dengan lainnya adalah dalam tipe ini guru memperhatikan skemata atau
latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata
ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam kegiatan ini,
siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan
berimajinasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana
proses belajar mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan
penerapan pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan di kelas
VI Sekolah Dasar?
2. Apakah
keuntungan dan kelemahan penerapan pembelajaran kooperatif tipe
bercerita berpasangan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VI
Sekolah Dasar?
C. Tujuan Penulisan
Melalui penulisan ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui
bagaimana proses belajar mengajar Bahasa Indonesia dengan penerapan
pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan di kelas VI
SekolahDasar.
2. Mengetahui
keuntungan dan kelemahan penerapan pembelajaran kooperatif tipe
bercerita berpasangan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa di
kelas VI Sekolah Dasar.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dari hasil penulisan ini adalah:
1. Bagi
penulis atau mahasiswa PGSD, dapat dijadikan sebagai salah satu modal
pembelajaran yang nantinya dapat diterapkan pada saat terjun langsung
di masyarakat.
2. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan alternatif pembelajaran di sekolah guna meningkatkan prestasi belajar siswa.
3. Bagi
siswa, dapat memotivasi siswa dalam beraktifitas atau berpikir secara
optimal dalam metode kooperatif agar siswa tidak jenuh dan bosan.
E. Batasan Masalah
Agar dalam pembahasan penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan maka:
1. Penelitian ini hanya membatasi pada penerapan pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan.
2. Penelitian ini difokuskan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia pokok bahasan mendengarkan berita.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Kooperatif
Sistem
pembelajaran kooperatif bisa didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar
kelompok yang terstruktur. Yang termasuk dalam struktur ini adalah lima
unsur pokok yaitu saling ketergatungan positif, tanggung jawab
individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama dan proses
kelompok. Metode pembelajaran kooperatif disebut juga metode
pembelajaran gotong royong. Ironisnya model pembelajaran kooperatif
belum banyak diterapkan dalam pendidikan, walaupun orang Indonesia
sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.
Kebanyakan pengajar enggan menerapkan sistem kerja sama di dalam kelas
karena beberapa alasan. Alasan yang utama adalah kekhawatiran bahwa
akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka
ditempatkan dalam grup. Selain itu, banyak orang mempunyai kesan
negatif mengenai kegiatan kerja sama atau belajar dalam kelompok.
Menurut
Bannet (1991), cooperative learning adalah kerja kelompok, tetapi tidak
semua kerja kelompok merupakan pembelajaran kooperatif. Unsur dasar
pembelajaran kooperatif adalah :
1. Ketergantungan yang positif
2. Akuntabilitas individual
3. Interaksi tatap muka
4. Ketrampilan sosial
5. Prosesing
Roger
dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa
dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal,
lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan :
a. Saling ketergantungan positif
b. Tanggung jawab perseorangan
c. Tatap muka
d. Komunikasi antar anggota
e. Evaluasi proses kelompok
1) Saling ketergantungan positif
Keberhasilan
kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk mencapai
kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian
rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya
sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.
Penilaian
juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat nilainya
sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari “sumbangan”
setiap anggota. Untuk menjaga keadilan, setiap anggota menyumbangkan
poin di atas nilai rata-rata mereka. Misalnya nilai rata-rata si A
adalah 65 dan kali ini dia mendapat 72, maka dia akan menyumbangkan 7
poin untuk nilai kelompok mereka. Dengan demikian, setiap siswa akan
bisa mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan. Beberapa siswa
yang kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap rekan-rekan mereka
karena toh mereka enggan memberikan sumbangan. Malahan merasa terpacu
untuk meningkatkan usaha mereka dan dengan demikian menaikkan nilai
mereka. Sebaliknya, siswa yang lebih pandai juga tidak akan merasa
dirugikan karena rekannya yang kurang mampu juga telah memberikan
bagian sumbangan mereka.
2) Tanggung jawab perseorangan
Jika
tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran
kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan
yang terbaik. Kunci keberhasilan metode pembelajaran kooperatif adalah
persiapan guru dalam penyusunan tugasnya. Masing-masing anggota
kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas
selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3) Tatap muka
Setiap
kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi.
Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk
sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa
kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja.
Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah
hasil masing-masing kelompok. Para anggota kelompok perlu diberi
kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam
kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.
4) Komunikasi antar anggota
Sebelum
menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara
berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada
kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan
mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
5) Evaluasi proses kelompok
Pengajar
perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses
kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa
bekerja sama dengan lebih efektif. Format evaluasi bisa bermacam-macam
tergantung pada tingkat pendidikan siswa.
Tujuan pembelajaran kooperatif antara lain dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa, meningkatkan motivasi belajar siswa, menumbuhkan sikap
saling menghormati dan bekerja sama, menumbuhkan sikap tanggung jawab,
meningkatkan rasa percaya diri, dapat belajar memecahkan masalah dengan
cara yang lebih baik.
Pembelajaran kooperatif terdapat berbagai teknik/tipe yang dapat diterapkan antara lain :
a. Mencari Pasangan (make a match), dikembangkan oleh Lorna Curran (1994).
b. Bertukar Pasangan
c. Berpikir
– Berpasangan – Berempat, dikembangkan oleh Frank Lyman (Think – Pair –
Share) dan Spencer Kagan Think – Pair – Square).
d. Berkirim Salam dan Soal
e. Kepala Bernomor (Numbered Heads), dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992).
f. Kepala Bernomor Terstruktur
g. Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Guests), dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992).
h. Keliling Kelas
i. Lingkaran Kecil Lingkaran Besar
j. Tari Bambu
k. Jigsaw, dikembangkan oleh Aronsol et al.
l. Bercerita Berpasangan
Menurut
Savage (1996:222) dalam pembelajaran kooperatif diperlukan keputusan
dari guru untuk mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan topik yang akan digunakan dalam kerja kelompok.
b. Membuat keputusan tentang ukuran dan komposisi kelompok.
c. Menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan.
d. Memantau kerja siswa dalam kelompok.
e. Memberikan saran penyelesaian masalah yang cocok.
f. Evaluasi serta memberikan saran-saran.
Dalam
metode pembelajaran kooperatif siswa juga bisa belajar dari sesama
teman. Guru lebih berperan sebagai fasilitator. Tentu saja, ruang kelas
juga perlu ditata sedemikian rupa, sehingga menunjang pembelajaran
kooperatif. Tentu saja, keputusan guru dalam penataan ruang kelas harus
disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah :
a. Ukuran ruang kelas
b. Jumlah siswa
c. Tingkat kedewasaan siswa
d. Toleransi guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lalu lalang siswa
e. Toleransi masing-masing siswa terhadap kegaduhan dan lalu lalang siswa
f. Pengalaman guru dalam melaksanakan metode pembelajaran gotong royong
g. Pengalaman siswa dalam melaksanakan pembelajaran gotong royong.
Seperti telah diungkapkan, tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
sama dengan model pembelajaran kooperatif. Pengelolaan kelas model
pembelajaran kooperatif bertujuan untuk membina pembelajar dalam
mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengan
pembelajar lainnya. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif yaitu pengelompokkan,
semangat kooperatif, dan penetaan ruang kelas.
B. Pembelajaran Kooperatif Tipe Bercerita Berpasangan
Teknik
mengajar Bercerita Berpasangan (Paired Storylelling) dikembangkan
sebagai pendekatan interaktif antara siswa, pengajar, dan bahan
pelajaran (Lie, 1994). Teknik ini bisa digunakan dalam pengajaran
membaca, menulis, mendengarkan, ataupun bercerita. Teknik ini
menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara.
Bahan pelajaran yang palin cocok digunakan dalam teknik ini adalah
bahan yang bersifat naratif dan deskriptif. Namun, hal ini tidak
menutup kemungkinan dipakainya bahan-bahan yang lainnya.
Dalam
teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman
siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran
menjadi lebih bermakna. Dalam kegiatan ini, siswa diransang untuk
mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan berimajinasi. Buah-buah
pemikiran mereka akan dihargai, sehingga siswa merasa makin terdorong
untuk belajar. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam
suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah
informasi dan meningkatkan ketrampilan berkomunikasi. Bercerita
berpasangan bisa digunakan untuk suasana tingkatan usia anak didik.
Tahap-tahap pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan antara lain :
1. Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi dua bagian.
2. Sebelum
bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai
topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar
bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa
ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan
untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan
pelajaran yang baru. Dalam kegiatan ini, pengajar perlu menekankan
bahwa memberikan tebakan yang benar bukanlah tujuannya. Yang lebih
penting adalah kesiapan mereka dalam mengantisipasi bahan pelajaran
yang akan diberi hari itu.
3. Siswa dipasangkan.
4. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama. Sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua.
5. Kemudian siswa disuruh mendengarkan atau membaca bagian mereka masing-masing.
6. Sambil
membaca/mendengarkan, siswa disuruh mencatat dan mendaftar beberapa
kata/frasa kunci yang ada dalam bagian masing-masing. Jumlah kata/frasa
bisa disesuaikan dengan panjang teks bacaan.
7. Setelah selesai membaca, siswa saling menukar daftar kata/frasa kunci dengan pasangan masing-masing.
8. Sambil
mengingat-ingat/memperhatikan bagian yang telah dibaca/didengarkan
sendiri, masing-masing siswa berusaha untuk mengarang bagian lain yang
belum dibaca/didengarkan (atau yang sudah dibaca/didengarkan
pasangannya) berdasarkan kata-kata/frasa-frasa kunci dari pasangannya.
Siswa yang telah membaca/mendengarkan bagian yang pertama berusaha
untuk menuliskan apa yang terjadi selanjutnya. Sedangkan siswa yang
membaca/mendengarkan bagian yang kedua menuliskan apa yang terjadi
sebelumnya.
9. Tentu
saja, versi karangan sendiri ini tidak harus sama dengan bahan yang
sebenarnya. Tujuan kegiatan ini bukan untuk mendapatkan jawaban yang
benar, melainkan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan
belajar dan mengajar. Setelah selesai menulis, beberapa siswa bisa
diberi kesempatan untuk membacakan hasil karangan mereka.
10. Kemudian, pengajar membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.
11. Kegiatan
ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran
hari itu. Diskusi bisa dilaksanakan antara pasangan atau dengan seluruh
kelas.
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
Metode
yang digunakan adalah metode analisis deskriptif, yaitu metode yang
tidak menguji hipotesis melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa
adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti.
Penulisan
karya ini termasuk penelitian dengan pendekatan kualitatif yang datanya
dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau apa adanya (naturalistik),
tidak diubah dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan dengan maksud
untuk menemukan kebenaran dibalik data yang objektif dan cukup.
Penelitian ini lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan
deduktif dan induktif serta pada nalisis terhadap dinamika hubungan
antar fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah. Hal ini
bukan berarti pendekatan kualitatif sama sekali tidak menggunakan
dukungan data kuantitatif akan tetapi penekanannya tidak pada pengujian
hipotesis melainkan pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui
cara-cara berpikir formal dan argumentatif. Banyak penelitian
kualitatif merupakan penelitian sampel kecil.
Data atau informasi yang diajring penelitian kualitatif dapat terbentuk
gejala yang sedang berlangsung, reproduksi ingatan, pendapat yang
bersifat teoritis atau praktis dan lain-lainnya. Data tersebut baik
berupa kata atau tindakan, oleh karena itu analisis isi lebih penting.
Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumenter. Istilah
dokumenter atau dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti
barang-barang tertulis. Alat pengumpul datanya disebut form dokumen
atau form pencatatan dokumen. Sedangkan sumber datanya berupa catatan
atau dokumen. Metode dokumenter dengan demikian berarti upaya
pengumpulan data dengan menyelidiki benda-benda tertulis. Benda
tertulis tersebut dapat berupa catatan resmi seperti buku, majalah,
dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, dan lain-lainnya, atau
catatan tidak resmi, berupa catatan ekspresif seperti catatan harian,
bibliografi dan lain sebagainya.
Analisis data kualitatif menurut Lexy J. Moleong (1994:196) sebagai berikut:
a. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber.
b. Reduksi data.
c. Menyusun data hasil reduksi ke dalam satuan-satuan.
d. Melakukan kategorisasi terhadap satuan-satuan data sambil membuat kodig.
e. Uji keabsahan data.
f. Penafsiran data dalam mengubah hasil sementara menjadi teori substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.
g. Penarikan kesimpulan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Dari
hasil analisis buku-buku yang berkaitan dengan penerapan pembelajaran
kooperatif tipe bercerita berpasangan pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas VI Sekolah Dasar, penulis dapat menyusun rencana
pembelajaran yang sesuai.
0 komentar:
Posting Komentar