Senin, 07 Maret 2011

Makalah Biologi Tentang Hama Dan Penyakit Cabe


hama dan penyakit tanaman cabe

HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN CABE
A. HAMA TANAMAN CABE
1.        Kutu Daun Persik (Aphid sp.) (Homoptera; Aphididae
Perhatikan permukaan daun bagian bawah atau lipatan pucuk daun, biasanya kutu daun persik bersembunyi di bawah daun. Pijit dengan jari koloni kutu yg ditemukan. Daun akan menggulung kedalam, keriting, menguning dan rontok.
Secara tidak langsung, kutu daun berperan sebagai penyebar (vektor) penyakit virus. Tanaman yang teserang penyakit virus akan menjadi kerdil, daun berukuran kecil dan pertumbuhannya terhambat. Kutu ini merupakan vektor lebih dari 150 strain virus terutama penyakit virus  CMV, PVY.
Kutu ini biasanya hidup berkelompok dan berada dibawah permukaan daun, menghisap cairan daun muda dan bagian tanaman yang masih muda (pucuk). Eksudat/ cairan yang dikeluarkan kutu ini mengandung madu sehingga mendorong  tumbuhnya cendawan embun jelaga pada daun yang dapat menghambat proses fotosintesa.  
Distribusi : Kosmopolit, Tanaman inang : polifag, lebih dari 400 sp tan dari 40 famili, tomat, kentang, tembakau, kubis, cabai, terung, semangka, ubi jalar dll Perkembangan : Partenogenesis, seksual (telur, nimfa dan imago).
Nimfa dan imago mempunyai antena yang relatif panjang/sama panjang dengan tubuhnya. Nimfa dan imago mempunyai sepasang tonjolan pada ujung abdomen yang disebut kornikel. Ujung kornikel berwarna hitam. Imago yang bersayap warna sayapnya hitam, ukuran tubuh 2 – 2,5 mm, nimfa kerdil dan umumnya berwarna kemerahan. Nimfa dan Imago yang tidak bersayap tubuhnya berwarna merah atau kuning atau hijau berukuran tubuh 1,8 – 2,3 mm. Umumnya warna tubuh imago dan nimfa sama, kepala dan dadanya berwarna coklat sampai hitam, perut berwarna hijau kekuningan. Siklus hidup 7 – 10 hari. Temperatur mempengaruhi reproduksi ( > 25 – < 28,5 °C mengurangi umur imago dan jumlah keturunan, > 28,5 OC reproduksi terhenti). Berkembang biak secara partenogenesis. Seekor kutu menghasilkan keturunan 50 ekor. Lama hidup kutu dewasa dapat mencapai 2 bulan.
Untuk pencegahan dan pengendalian secara non organik semprot dengan BVR atau PESTONA, atau dengan melakukan penyemprotan dengan insektisida Winder 25 WP dengan konsentrasi 100 – 200 gr / 500 liter air / ha atau dengan Winder 100EC 125 – 200 ml / 500 liter air / Ha bergantian dengan insektisida Promectin 18ec dengan konsentrasi 0,25-0,5 cc/liter.
Sedangkan untuk pengendalian hayati dapat menggunakan parasitoid Aphelimus asychis, Aphhidius rosae, Diaeretiella rapae. Dari golongan predator dapat digunakan Coccinella transversalis, serta cendawan entomopatogen Erynia neoaphidis.
2. Hama Thrip parvispinus (Thripidae: Thysanoptera)
GEJALA SERANGAN :D ampak langsung serangan : pada permukaan bawah daun berwarna keperak-perakan, daun mengeriting atau keriput. Hama menyerang dengan menghisap cairan permukaan bawah daun dan atau bunga ditandai oleh bercak-bercak putih/keperak-perakan. Daun akan berubah warna menjadi coklat, mengeriting/keriput dan mati. Pada serangan berat, daun, pucuk serta tunas menggulung ke dalam dan timbul benjolan seperti tumor dan pertumbuhan tanaman terhambat, kerdil bahkan pucuk mati. Mula-mula daun yang terserang memperlihatkan gejala noda keperakan yang tidak beraturan, akibat adanya luka dari cara makan serangga tersebut.  Setelah beberapa waktu, noda keperakan tersebut berubah menjadi cokelat tembaga.  Daun-daun mengeriting keatas.
Secara tidak langsung: trips merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus keriting.
.
Hama ini bersifat polifag dengan tanaman inang utama selain cabe yaitu bawang merah, bawang daun dan jenis bawang lainnya dan tomat. Tanaman inang lain yaitu tembakau, kopi, ubi jalar, waluh, bayam, kentang, kapas, tanaman dari famili crusiferae, dan kacang – kacangan.
Imago berukuran sangat kecil sekitar 1 mm, berwarna kuning sampai coklat kehitam-hitaman. Imago yang sudah tua berwarna agak kehitaman, berbercak-bercak merah atau bergaris-garis. Imago betina mempunyai 2 pasang sayap yang halus dan berumbai/jumbai seperti sisir bersisi dua. Pada musim kemarau populasi lebih tinggi dan akan berkurang bila terjadi hujan lebat. Umur stadium serangga dewasa dapat mencapai 20 hari.
Telur berbentuk oval/seperti ginjal rata-rata 80 butir per induk, diletakkan di permukaan bawah daun atau di dalam jaringan tanaman secara terpencar, akan menetas setelah 3 – 8 hari.
Nimfa berwarna pucat, keputihan/kekuningan, instar 1 dan 2 aktif dan tidak bersayap. Nimfa yang tidak aktif berada di permukaan tanah. Pupa terbungkus kokon, terdapat di permukaan bawah daun dan di permukaan tanah sekitar tanaman. Perkembangan pupa menjadi trips muda meningkat pada kelembaban relatif rendah dan suhu relatif tinggi. Daur hidup sekitar 20 hari, di dataran rendah 7 – 12 hari.  Hidup berkelompok.
Untuk pemgendalian , dapat dilakukan :
1.        Sanitasi
2.       Rotasi tanaman
3.       Membuang sisa tanaman yang terserang
4.       Parasitoid
5.        Insektisida botani
Serangan parah semprot dengan BVR atau PESTONA untuk mengurangi penyebaran.(non organic)
3. Hama Tungau (Polyphagotarsonemus latus Banks.).
Famili : Tarsonematidae
Ordo   : Acarina
Gejala serangan: Hama menghisap cairan tanaman dan menyebabkan kerusakan sehingga terjadi perubahan bentuk menjadi abnormal dan perubahan warna seperti daun menebal dan berubah warna menjadi tembaga/kecoklatan, terpuntir, menyusut serta keriting, tunas dan bunga gugur.  Pada awal musim kemarau biasanya serangan bersamaan dengan serangan trips dan kutu daun. Bagian bawah daun yang terserang menjadi seperti tembaga, tepi daun mengeriting, daun menjadi kaku dan melengkung ke bawah.  Pada serangan berat, tunas daun dan bunga gugur. 
Tanaman inang :Hama ini bersifat polifag, diketahui di Indonesia terdapat lebih dari 57 jenis tanaman inang antara lain tomat, cabai, karet, teh, kacang panjang, tembakau, jeruk dan tanaman hias.
Imago bertungkai 8 sedangkan nimfa bertungkai 6, berukuran tubuh sekitar 0,25 mm, lunak, transparan dan berwarna hijau kekuningan. Telur berbintik-bintik putih, berwarna kuning muda berdiameter 0,1 mm. Berkembang biak secara berkopulasi biasa dan partenogenesis. Tungau betina mampu meletakkan telur sebanyak 50-100 butir selama 15 hari. Sejak menetas dari telur hingga dewasa dan siap berkembang biak sekitar 15 hari
Pengendalian secara hayati dapat menggunakan predator dan insektisida botani. Sedangkan untuk pengendalian yang telah banyak dilakukan petani adalah dengan akarisida Samite 135EC dengan konsentrasi  0,25 – 0,5 ml / liter air bergantian dengan insektisida Promectin 18ec dengan konsentrasi 0,25-0,5 cc/liter, yang merupakan insektisida sintetik.
4. Spodoptera litura F (Lepidoptera : Noctuidae)
Gejala Serangan : Hama ini menyerang pada fase larva, secara berkelompok.   Larva instar I dan II  memakan epidermis daun bagian bawah, sehingga tampak transparan.   Larva tua akan memakan helaian daun sehingga tinggal tulang-tulang daun saja. Daun yg terserang menjadi sobek, terpotong atau bolong. Serangan berat dapat mengakibatkan tanaman menjadi gundul. Disamping itu, larva juga memakan bunga dan polong muda.  Kehilangan hasil dapat mencapai 85%.
Tanaman Inang : polipag, solanaceae, brassicaceae, jagung, padi, kedelai, bayam, kacang tanah, gulma
Perkembangan : Holometabola (telur, larva, pupa, imago)
Telur : Diletakkan secara berkelompok, pada bagian permukaan bawah daun dan ditutupi oleh bulu-bulu halus,satu kel. Telur berisi rata-rata 350 butir.  Telur berbentuk lonjong atau bulat diameter 0.5 mm, berwarna coklat kekuningan sampai krem.  Masa telur 3-5 hari.  Satu ekor imago betina mampu meletakkan telur sampai 2000-3000 butir
Larva : Larva terdiri dari 5-6 instar.  Larva instar akhir dapat mencapai 5 cm. Masa larva sekitar 20 hari.  Apabila diganggu akan menggulung. Larva muda berwarna kehijauan dan mempunyai bintik-bintik hitam.  Larva tua berwarna abu-abu gelap atau coklat.  Pada ruas abdomen I terdapat garis hitam melingkar.  Pada bagian dorsal terdapat garis kuning dan bulatan hitam
Pupa : Terbentuk di dalam tanah pada kedalaman 7-8 cm dari permukaan tanah, berwarna coklat kemerah-merahan/coklat tua.  Masa pupa 8-11 hari
Imago : Berwarna agak gelap dengan garis putih pada sayap depan, nokturnal.  Ukuran14-17 mm.  Lama hidup imago 6-10 hari. Siklus hidup : 32 hari.
Pengendalian :
1.        Secara kultur teknis : Mengumpulkan kel. Telur dan larva, tanaman campuran dengan akar tuba, bawang putih
2.       Secara hayati : parasitoid telur (Telenomus spodopterae), Virus (Nuclear polyhedrosis virus), nematoda
3.       Insektisida botani
4.       Insektisida sintetis : penyemprotan insektisida Turex WP dengan konsentrasi 0,25 – 0,5 g/liter bergantian dengan insektisida Direct 25ec dengan konsentrasi 0,4 cc/liter atau insentisida Raydok 28ec dengan konsentrasi 0,25-0,5 cc/liter sehari sebelum pindah tanam.
5. Aphis gossypii Glover .Kutu daun (Homoptera : Aphididae)
Gejala serangan : Serangan berat biasanya terjadi pada musim kemarau.  Bagian tanaman yang diserang oleh nimfa dan imago biasanya pucuk tanaman dan daun muda.  Daun yang diserang akan mengkerut, pucuk mengeriting dan melingkar shg pertumbuhan tanaman terhambat atau tanaman kerdil.  Hama ini juga mengeluarkan cairan manis seperti madu shg menarik datangnya semut dan cendawan jelaga berwarna hitam.  Adanya cendawan pada buah dapat menurunkan kualitas buah.
Aphid juga dapat berperan sebagai vektor virus penyakit tanaman (50 jenis virus) sep. Papaya Ringspot Virus, Watermelon Mosaic Virus , Cucumber Mosaic Virus (CMV),
Tanaman inang : polifag , asparagus, alpukat, pisang, mentimun, terung, Hibiscus, kapas, papaya, cabai, kentang, bayam,tomat, semangka dll
Biologi :Berbentuk seperti pear, warnanya bervariasi dari hijau muda sampai hitam, kuning. Mempunyai kornikel pada bagian ujung abdomen.  Imago dapat hidup selama 28 hari.  Satu ekor imago betina dapat menghasilkan 2-35 nimfa/hari.  Siklus hidup dari nimfa sampai imago 5-7 hari.  Selama satu tahun dapat menghasilkan 16-47 generasi
Pengendalian :
1.        Parasitoid Aphelinus gossypi (Timberlake), Lysiphlebus testaceipes(Cresson).
2.       Predator: Coccinella transversalis
3.       Cendawan entomopatogen : Neozygitesfresenii
4.       Insektisida
6. Helicoverpa armigera Hubner/Gram pod borer/ Ulat buah
 (Lepidoptera : Noctuidae)
Gejala serangan :Pada daun, daun berlubang-lubang tak beraturan.  pada serangan yang berat daun akan habis dan tanaman menjadi gundul.  Pada buah, buah berlubang dan akhirnya akan membusuk bila terjadi infeksi sekunder kmd rontok.
Tanaman inang : polifag, tomat, cabai, tembakau, kedelai, jagung
Biologi :
Telurnya berwarna putih kekuningan dan imago biasanya bertelur pada senja hari.  Telur biasanya diletakkan secara tunggal pada bungan dan akan berubah warna menjadi merah tua atau kecoklatan setelah  24 jam, yang selanjutnya akan menetas dalam waktu kira-kira 3-5 hari.  Satu ekor imago mampu bertelur 1000 btr
Ukuran larva stadia akhir berkisar antara 2-4 cm dengan warna bervariasi mulai dari hijau, cokelat kemerahan ataupun cokelat kehitaman.  Larva merusak daun, bunga dan buah, bersifat kanibal, masa larva 16-25 hari
Pupa terbentuk di dalam tanah, masa pupa 17 hari
Imago : berukuran sedang, pj rentang sayap 30-40 mm, berwarna coklat, pada bgn tengah sayap terdapat bintik berwarna coklat tua. Siklus hidup : 35 hari
Pengendalian :
1.        Parasit telur : Trichogramma nana
2.       Patogen : NPV, Metarhizium
3.       Tanaman perangkap
4.       Pengolahan tanah
5.        Insektisida
7. Bactrocera sp. Lalat Buah (Diptera:Tephritidae)
Gejala serangan: buah yang terserang ditandai oleh lubang titik hitam pada bagian pangkalnya, tempat serangga dewasa memasukkan telur. Umumnya telur diletakkan pada buah yang agak tersembunyi dan tidak terkena sinar matahari langsung, pada buah yang agak lunak dengan permukaan agak kasar. Larva membuat saluran di dalam buah dengan memakan daging buah serta menghisap cairan buah dan dapat menyebabkan terjadi infeksi oleh OPT lain, buah menjadi busuk dan biasanya jatuh ke tanah sebelum larva berubah menjadi pupa.
Tanaman inang : polifag, tomat, cabai, Semua tanaman buah-buahan dan sayuran buah antara lain mangga, kopi, pisang, jambu, cengkeh, belimbing, sawo, jeruk, ketimun, dan nangka
BIOLOGI :
Serangga dewasa mirip lalat rumah, panjang sekitar 6 – 8 mm dan lebar 3 mm. Torak berwarna oranye, merah kecoklatan, coklat atau hitam biasanya pada B. dorsalis terdapat 2 garis membujur dan sepasang sayap transparan. Pada abdomen terdapat 2 pita melintang dan satu pita membujur warna hitam atau bentuk buruf T yang kadang-kadang tidak jelas. Pada lalat betina ujung abdomen lebih runcing dan mempunyai alat peletak telur (ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit buah sedangkan lalat jantan abdomen lebih bulat.
    Telur berwarna putih berbentuk bulat panjang yang diletakkan secara berkelompok 2-15 butir di dalam buah.
Larva terdiri atas 3 instar berbentuk belatung/bulat panjang dengan salah satu ujungnya (kepala) runcing dengan 2 bintik hitam yang jelas merupakan alat kait mulut, mempunyai 3 ruas torak, 8 ruas abdomen, berwarna putih susu atau putih keruh atau putih kekuningan, larva menetas di dalam buah cabai.
Pupa, berada di permukaan tanah berwarna kecoklat-coklatan dan berbentuk oval dengan panjang sekitar 5 mm. Siklus hidup di daerah tropis sekitar 25 hari. Serangga betina dapat meletakkan telur 1 – 40 butir/buah/hari dan dari satu ekor betina dapat menghasilkan telur 1.200 – 1.500 butir. Stadium telur 2 hari, larva 6 – 9 hari. Larva instar 3 dapat mencapai panjang sekitar 7 mm, akan membuat lubang keluar untuk meloncat dan melenting dari buah masuk ke dalam tanah dan menjadi pupa di dalam tanah. Pupa berumur 4 – 10 hari dan menjadi serangga dewasa.
PENGENDALIAN :
1.        Rotasi tanaman
2.       Pembungkusan buah
3.       Feromon : Metil eugenol
4.       Serangga jantan mandul
5.        Hayati : parasitoid, patogen
6.       Pestisida botani
8. Bemisia tabaci (Gennadius): Silverleaf Whitefly , Sweetpotato Whitefly /Kutu Kebul (Homoptera: Aleyrodidae)
Gejala Serangan : ada 3 tipe gejala 1) kerusakan langsung, 2) kerusakan tidak langsung
Kerusakan langsung :imago merusak tanaman dengan cara menusuk dan mengisap cairan daun tanaman sehingga menyebabkan tanaman lemah, layu, mengurangi laju pertumbuhan tanaman/kerdil dan hasil. Jugamenyebabkan klorosis daun, daun mjd layu, menggulung keatas dan gugur, tanaman mati.
Kerusakan tidak langsung : adanya embun madu yang dihasilkan merupakan substrat utk pertumbuhan cendawan shg mengganggu fotosintesis dan mengurangi kualitas. Juga merupakan vektor virus : gemini virus
Tanaman inang : polifag, lebih dari 500 sp tan dari 63 famili, solanase, brassica, mentimun, alpukat, ubi jalar
BIOLOGI: Telur : berbentuk buah pear/elips, pj 0.2-0.3 mm Berwarna putih/kuning terang pada awal diletakkan kmd mjd coklat sewaktu akan menetas, diletakkan pada mesofil/jaringan dalam daun/bawah permukaan daun, satu ekor imago betina bs meletakkan telur 28-300 telur tgtg pada inang dan suhu, masa telur 5 hari
Nimfa : nimfa instar I dinamakan crawles, aktif bergerak, nimfa ins tar akhir dinamakan pupa, menetap.  Nimfa berwarna putih sampai hijau muda, oval, masa nimfa 2-4 minggu
Pupa : oval, pj 0.7 mm, masa pupa 2-8 hari
Imago : tubuh kuning pucat dengan sayap berwarna putih dan ditutupi lapisan lilin yang bertepungberukuran 1-1.5 mm, dapat hidup 6-55 hari tgtg pada suhu, hidup berkelompok dalam jumlah banyak dan bila disentuh akan beterbangan
PENGENDALIAN : ambang kendali 8-10 imago/20 nimfa/daun
1.        Penggunaan mulsa
2.       Tanaman perangkap
3.       Tanaman resisten
4.       Musuh alami : parasitoid, predator, patogen
5.        Insektisida
9. Liriomyza huidobrensis (Blanchard)/Lalat pengorok daun
(Diptera:Agromyzidae)
Gejala Serangan :Larva merusak tanaman dengan cara mengorok jaringan mesofil daun sehingga merusak daun dan mengurangi fungsi fotosintesis.  Korokan larva menyerupai terowongan kecil yang meliuk-liuk dan larva berada di ujung liang.  Serangan berat menyebabkan daun mengering daun gugur.  Kerusakan tidak langsung dapat disebabkan oleh infeksi jamur atau bakteri melalui luka akibat tusukn ovipositor imago
Tanaman Inang : polifag, 70 sp tan dari 20 famili, kentang, tomat, seledri, kacang merah, kubis, cabai, selada, kapri, brokoli, sawi, bawang daun, wortel, kedelai
BIOLOGI :
Telur : berbentuk ginjal, warna agak keputihan dan tembus pandang, ukuran 0.25-0.35 mm masa telur 2-4 hari
Larva : berbentuk silender, warna putih bening dan menyerupai tempayak, terdiri dari 3 instar,dengan masa masing-masing 2-4 hari. Larva instar ke 3 yang sudah berkembang penuh keluar dari liang korokan dan jatuh ke tanah untuk berpupa
Pupa : mula-mula berwarna kuning pucat kmdn mjd coklat dan merah kecoklatan, masa pupa 9-12 hari
Imago: imago betina lebih gemuk dari imago jantan, mesonotum berwarna hitam mengkilat, skutellum berwarna kuning, koksa berwarna hitam kekuningan.  Satu ekor imago bisa meletakkan telur 350 butir.  Peletakan telur pertama terjadi setelah berumur 2-4 hari, masa peneluran 7-14 hari, pasca peneluran 1-2 hari.  Siklus hidup 19-34 hari
PENGENDALIAN :
1.        Penggunaan perangkap kuning yang berperekat
2.       Parasitoid
3.       Insektisida
10. Henosepilachna sp (Coleoptera; coccinellidae)
Gejala Serangan : Larva dan imago makan epidermis bawah daun, shg daun nampak seperti berjendela, skletonisasi, mengering dan berwarna kecoklatan.  Gugurnya daun dapat menurunkan hasil
BIOLOGI, Telur : diletakkan secara berkelompok 20-50 butir di bawah permukaan daun, berwarna kuning, masa telur 5 hari dan satu ekor imago bisa meletakkan telur 800 butir Larva :Larva muda-abu-abu,larva 3-4 kuning dengan duri yang berwarna hitam, ukuran 6 mm, masa larva 7-18 hari Pupa : warnanya lebih gelap, menempel pada daun, batang, masa pupa 5-14 hari Imago : Berwarna merah muda dengan bintik hitam pada tubuh 12-16 bintik dapat hidup selama 3 bulan  Siklus hidup 40 hari
Pengendalian :
1.        Koleksi larva dan imago
2.       Penggunaan musuh alami
3.       Insektisida nabati
4.       Insektisida sintetis
11. Phthorimaea operculella (Zeller), Potato moth
(Lepidoptera :Gelechiidae)
Gejala Serangan: larva instar awal Membuat galian pada daun dan batang kemudian terus ke umbi sehingga umbi berubah warna dan berlubang.  Infeksi oleh patogen dapat terjadi.  Serangan lebih lanjut dapat terjadi pada umbi kentang yang disimpan
Tanaman Inang : kentang, tembakau, tomat, terung dan solanaceae lain
Biologi :Imago memiliki ukuran pj rentang sayap 12 mm, aktif malam hari.  Telur diletakkan satu persatu pada daun atau pada mata tunas.  Larva berwarna putih abu-abu. Masa larva 2 minggu.  Pupa terbentuk di tanah,atau pada umbi.  Siklus hidup 25-45 hari.
Pengendalian
1.  Membuang bagian tanaman yang terserang
1.        Sanitasi
2.       Pengendalian hayati (parasitoid, patogen)
B. PENYAKIT TANAMAN CABE
1.        BERCAK DAUN CABAI
Cercospora capsici Heald et Wolf
Bercak daun adalh penyakit yang banyak terdapat pada cabai, terutama cabai merah (Capsicum annum). Di dataran tinggi bercak daun merupakan penyakit yang paling penting, lebih – lebih pada paprika (Suhardi dan Saroyo, 1980 dalam Semangun, 1989). Penyakit ini juga banyak terdapat di dataran rendah. Termasuk didaerah transmigrasi Lampung (Suhardi, 1980 dalam Semangun, 1989). Meskipun tersebar luas, pada umumnya penyakit tidak dianggap sebagai penyakit yang berbahaya (Suhardi, 1988 dalam Semangun, 1989).
Bercak daun tersebar luas diseluruh areal pertanaman cabai, termasuk negara – negara sekitar Indonesia, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina (Benigno dan Quebral, 1977; Giatgong, 1980; Lim, 1982; Singh, 1980 dalam Semangun, 1989).
Gejala.-Pada daun terdapat bercak – bercak bulat, kecil, kebasah – basahan. Bercak dapat meluas hingga mempunyai garis tengah 0,5 cm atau lebih, pusatnya berwarna pucat sampai putih, dengan tepi yang berwarna lebih tua warnanya. Bercak-bercak yang tua dapat berlubang. Pada paprika tampak bahwa bercak mempunyai jalur – jalur sepusat, yang tampak lebih jelas jika dilihat pada bagian atas permukaan daun. Apabila pada daun terdapat banyak bercak, daun cepat menguning dan gugur, atau langsung gugur tanpa menguning lebih dahulu.
Bercak sering terdapat pada batang, tangkai daun, maupun tangkai buah. Tetapi bercak sangat jarang timbul pada buah (Suhardi, 1980dalam Semangun, 1989).
Penyebab penyakit.-Penyakit disebabkan oleh jamurCercospora capsici Heal et Wolf. Jamur membentuk konidium berbentuk gada panjang, bersekat 3 – 12, dengan ukuran 60 -200 x 3-5 µm. Konidiofor pendek, bersekat 1-3.
Daur penyakit.- Cercospora capsici tarbawa oleh biji dan mungkin dapat bertahan pada sisa – sisa tanaman sakit selama satu musim.
Faktor yang mempengaruhi penyakit.-Penyakit kurang terdapat pada musim kemarau dan dilahan yang mempunyai drainase baik (Anon.,1984 dalam Semangun, 1989). Penyakit ini dapat timbul pada tanaman muda dipersemaian, meskipun cenderung lebih banyak pada tanaman tua. Penyakit dibantu oleh cuaca yang panas dan basah (MacNab et al.,1983 dalam Semangun, 1989).
Pengendalian penyakit.- Penyakit dapat dikendalikan dengan penyemprotan fungisida. Fungisida tembaga memberikan hasil yang baik (Walker, 1952 dalam Semangun, 1989). Benlate (benomail) dan topsin (tiofanat metal) dapat memberantas becak daun dengan efektif. Dari percobaan Suhardi (1980) terlihat  bahwa antracol (propineb) kurang baik untuk memberantas penyakit ini, tetapi dapat memberikan produksi buah yang paling tinggi. Menurut Hadisutrisno dan Indriyati (1982) Velimek (maneb dan zineb) memberikan hasil yang baik.
1.        ANTARNOSA CABAI
Gloesporium piperantum Ell. et Ev.
Colletotrichum capsici (Syd.)Bult. Et. Bisby
Antarknosa pada cabai besar tersebar disemua daerah, penanaman cabai diseluruh dunia, meskipun dibanyak negara penyakit ini dianggap sebagai dua penyakit, yang masing – masing disebabkan oleh satu jamur. Yang disebabkan oleh Gloesporium disebut antraknosa denganColletotrichum disebut “busuk matang” (“riperot”) (Walker, 1956 dalamSemangun, 1989).
Meskipun tidak disertai uraian yang jelas adanya penyakit buah pada cabai yang disebabkan oleh jamur di Indonesia selalu ditulis dalam laporan tahunan hama dan penyakit tanaman pertanian pada tahun 1930-an. Antara lain dilaporkan bahwa setiap tahun penyakit yang menyebabkan buah busuk dan rontok ini timbul di Sumatera Barat (Leefmans, 1931; van der Goot, 1935 dalam Semangun, 1989).
Gejala .-Gleosporium piperantum dapat menyerang buah yang masih hijau dan dapat juga menyebabkan mati ujung (die back) (Suhardi, 1988). Gejala yang disebabkan oleh Gleosporium piperantum mula – mula berbentuk bintik – bintik kecil berwarna kehitaman dan berlekuk, pada buah yang masih hijau atau yang sudah masak. Bintik – bintik ini tepinya berwarna kuning, membesar dan memanjang. Bagian tengahnya menjadi semakin gelap. Dalam cuaca yang lembab jamur membentuk badan buah (aservulus) dalam lingkaran – lingkaran seousat, yang membentuk masa spora (konidium) warna merah jambu. Sumatera Baratu ditulis dalam la Penyakit masih berkembang terus pada waktu buah cabai disimpan atau diangkut.
Gloesporium piperantum juga dapat menyerang daun dan batang tanpa menimbulkan kerugian yang berarti. Namun dari sini jamur dapat menyerang buah kelak
Jamur Colletotrichum capsici mula – mula membentuk bercak cokelat kehitaman, yang lalu meluas menjadi busuk lunak. Pada tengah bercak terdapat kumpulan titik – titik hitam yang terdiri dari kelompok seta dan konidium jamur. Serangan yang berat dapat menyebabkan seluruh buah mongering dan mengerut (keriput). Buah yang seharusnya berwarna merah menjadi berwarna seperti jerami.
Jika cuaca kering jamur hanya membentuk bercak kecil yang tidak meluas. Tetapi kelak setelah buah dipetik, karena kelembaban udara yang tinggi selama disimpan dan diangkut, jamur akan berkembang dengan cepat.
Di India C. capsici juga menyerang ranting – ranting muda dan menyebabkan mati ujung (die-back) (Singh, 1969 dalam Semangun, 1989).
Penyebab penyakit.-G.piperantum mempunyai aservulus dalam sel – sel epidermal, terbuka, bulat atau bulat panjang, berwarna kuningjingga atau merah jambu. Konidium bersel satu, 15,5-18,6 x 5,4-6,2 µm, hialin, berbentuk batang dengan ujung membulat.
Colletotrichum capsici semula disebut Colletotrichum nigrumyang diduga juga sama dengan Vermicularia capsici. Jamur ini mempunyai banyak aservulus, tersebar, di bawah kutikula atau pada permukaan, garis tengahnya sampai 100 µm, hitam dengan banyak seta. Seta cokela tua, bersekat, kaku, dan meruncing ke atas, 75 – 100 x 2 – 6,2 µm, ujung – ujungnya tumpul, atau bengkok seperti sabit. Jamur membentuk banyak sklerotium dalam jaringan tanaman sakit atau dalam medium biakan.
Di dataran rendah C. capsici jauh lebih banyak terdapat dari pada G.piperantum (Suhardi, 1988 dalam Semangun, 1989).
Daur hidup._ Jamur pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji. Kelak jamur menginfeksi semai yang tumbuh dari biji buah yang sakit. Jamur menyerang daun dan batang, kelak dapat menginfeksi buah – buah. Jamur hanya sedikit sekali mengganggu tanaman yang sedang tumbuh, tetapi memakai tanaman ini untuk bertahan sampai terbentuknya buah hijau. Selain itu jamur dapat mempertahankan diri dalam sisa – sisa tanaman sakit. Seterusnya konidium disebarkan oleh angin. Menurut Nur Imah Sidik dan Pusposendjojo (1985) infeksi C.capsici hanya terjadi melalui luka – luka.
Faktor – faktor yang mempengaruhi penyakit.-Penyakit kurang terdapat .-  pada musim kemarau, di lahan yang mempunyai drainasi baik, daun yang gulmanya terkendali dengan baik (Anon.,1984dalam Semangun, 1989). Menurut Budi Astuti  dan Suhardi (1986) perkembangan becak dari kedua penyakit tersebut paling baik terjadi pada suhu 30 °C, sedangkan sporulasi jamur G.piperatum pada suhu 23 C, danC.capsici pada  suhu 30ºC. buah yang muda cenderung lebih rentan dari pada yang setengah masak. Tetapi Pusposendjojo dan Rasyid  (1985) menyatakan bahwa perkembangan becak karena C.capsici lebih cepat terjadi pada buah yang lebih tua, meskipun buah muda lebih cepat gugur karena infeksi ini.
Pengendalian penyakit,-1. Tidak menanam biji yang terinfeksi. Buah – buah yang terinfeksi  jangan diambil bijinya. Biji dapat diobati dengan Thram 0,2%, yang menurut Grover dan Bansal (1970) di India obat tersebut dapat mematikan jamur tanpa mempengaruhi perkecambahan benih.
2. Jika diperlukan penyakit dapat dikendalikan dengan penyemprotan fungisida. Bermacam – macam fungisida dapat dipakai untuk keperluan ini, antara lain Antracol (propineb), Velimek (maneb dan zineb), Delsene MX-200 (karbendazim dan mankozeb), Benlate dan Manzate (benomyl dan maneb), Dithane M-45 (mankozeb), Dithane Z-78 (Zineb), dan Fungisida tembaga.
1.        BUSUK BUAH
Phytophthora spp
Pada cabai di Jawa kadang – kadang terdapat busuh buah yang disebabkan oleh jamur Phytophthora. Busuk buah cabai  yang disebabkan oleh Phytophthora tersebar luas di negara – negara penanam. Selain di Indonesia penyakit ini terdapat  di Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Gejala.-Pada buah cabai mula – mula terjadi becak kecil kebasah – basahan, berwarna hijau suram, yang meluas dengan cepat sehingga meliputi seluruh buah. Buah mengering dengan cepat dan menjadi mumi. Biji terserang, menjadi cokelat dan keriput.
Penyebab penyakit.-Menurut Anon (1987/1988)Phytophthora yang terdapat pada buah cabai adalah P.capsici Leonian. Jamur ini mempunyai sporangiofor hialin, bercabang tidak menentu, bentuknya mirip  debgab hifa biasa. Sporangium mempunyai bentuk dan ukuran yang sangat variable, bulat sampai lonjong memanjang, hialin dengan 1 – 3 buah papil yang menonjol, 35 – 105 x 21 – 56 µm, biasanya berkecambah dengan membentuk zoospore, atau dalam keadaan yang kurang menguntungkan dengan membentuk pembuuh kecambah. Jamur jarang atau tidak membentuk klamidospora. Di dalam biakan murni jamur ini sering membentuk oogonium dengan anteridium amfiginus. Jika dibentuk oospora bulat, dengan garis tengah 25 – 35 µm. P.capsici dapat terbawa oleh biji, dan juga dapat mempertahankan diri cukup lama dalam tanah.
Pengendalian penyakit.-1. Menanam cabai dengan jarak tanam yang cukup.
2. Membersihkan gulma dan memelihara drainasi
3. Buah – buah yang sakit dipetik dan dipendam
4. Jika perlu tanaman  disemprot dengan fungisida tembaga atau karbamat,misalnya Dithane M-45 (mankozeb).  
1.        LAYU BAKTERI
Pseudomonas solanacearum (E.F.Sm.) E.F. Sm.
Penyakit layu bakteri, yang banyak mengganggu tanaman kentang dan tomat, juga sering terdapat pada cabai, meskipun kerugian yang disebabkannya tidak sebesar pada kedua tanaman terdahulu. Adanya penyakit layu atau penyakit lendir pada cabai dan tomat di Indonesia sudah dilaprkan sejak tahun 1921 dan 1922 di daerah Madiun dan Kediri.
Gejala serangan :   Tanaman yang terserang menunjukkan gejala layu pada pucuk daun kemudian menjalar kebagian bawah daun sampai seluruh daum menjadi layu dan akhirnya tanaman menjadi mati.
Pengendalian :Sanitasi, Pergiliran Tanaman,Memperbaiki Aerasi,Penurunan pH, Menanam varietas Tahan,Memanfaatkan Agens Hayati Trichoderma spp  dan PenggunaanFungisida Efektif sesuai dengan anjuran.
1.        Penyakit Layu Fusarium
                     (Fusarium oxysporum f.sp)
Layu fusarium merupakan penyakit yang sering menyerang tanaman famili timun-timunan. Penyebabnya adalah Fusarium oxysporum f.sp. cucumerinum pada mentimun, F. oxysporum f.sp. melonis pada melon cantaloupe; dan F. oxysporum f.sp. niveum pada semangka. Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, namun beberapa jenis terdapat hanya pada lokasi tertentu saja. Seperti halnya penyakit alternaria, penyakit ini hanya menyerang satu jenis tanaman saja. Tanaman yang terserang bisa terjadi pada berbagai tahap pertumbuhan. Mulai dari bibit hingga tanaman tua. Baik saat bibit maupun tanaman dewasa , serangan penyakit ini dapat meyebabkan layu yang akhirnya mati.
Gejala serangan :    Layu total dapat terjadi antara 2 – 3 minggu setelah terinfeksi. Tandanya dapat dilihat pada jaringan angkut tanaman yang berubah warna menjadi kuning atau coklat.Penyakit ini dapat bertahan di tanah untuk jangka waktu lama dan bisa berpindah dari satu lahan ke lahan lain melalui mesin-mesin pertanian, seresah daun yang telah terserang, maupun air irigasi. Suhu tanah yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan penyakit ini.
Pengendalian :Sanitasi,Memperbaiki pengairan, Menggunakan benih sehat,Pergiliran Tanaman, memenfaatkan Trichoderma dan Gliocladium,Menggunakan varietas tahan atau menggunakan Pestisida yang dianjurkan.: menggunakan varietas yang tahan bila memungkinkan. Hindari lahan yang telah diketahui mengandung penyakit ini. Cucilah peralatan saat berpindah dari lahan satu ke lahan lainnya. Lahan yang tergenangi untuk padi dapat mengurangi keberadaan penyakit di tanah.
1.        Bacterial Spot
Xanthomonas campestris pv. Vesicatoria.
Bacterial spot atau bercak bakteri pada tanaman cabai berbeda dengan bercak melingkar cercospora. Penyakit ini disebabkan oleh Xanthomonas campestris pv. Vesicatoria. Penyakit ini termasuk salah satu penyakit cabai yang umum dialami petani karena ditemukan di seluruh dunia.
Gejala Serangannya ditandai dengan timbulnya bercak berair yang mengering dengan dikelilingi warna kuning pada daun. Luka yang timbul dimulai dari bagian atas hingga mencapai bawah daun. Daun yang terkena serangannya menjadi kuning dan rontok. Luka pada buah berwarna gelap dan berbintik-bintik. Bercak nekrotis timbul pada batang dan tangkai daun. Perkembangan jamur ini disebabkan karena terbawa benih dan bisa berada pada seresah daun dari tanaman yang terserang. Banyak jenis bakteri ini yang menyerang cabai dan tomat. Penyakit ini juga didorong oleh suhu tinggi, kabut yang tebal, serta pengairan dengan system leb.
Pengendaliannya dapat dilakukan dengan melakukan pergiliran dengan tanaman yang tahan dan non-sayur. Selain itu juga dengan menggunakan benih yang bebas hama dan penyakit. Jenis varietas yang tahan terhadap penyakit ini mulai banyak, tetapi terkadang tidak untuk semua jenis bakteri. Penyemprotan fungisida tembaga seperti Kocide 77WP sangat efektif dalam mengendalikan serangan penyakit ini. Sungkup untuk menahan hujan juga dapat mengurangi serangan penyakit ini di musim penghujan.
7. Bacterial Soft Rot
Erwinia carotovora sub sp. Carotovora
Penyakit busuk lunak bakteri ini disebabkan oleh Erwinia carotovora sub sp. Carotovora dan ditemukan di seluruh dunia.
Gejala Serangan ditandai dengan adanya bercak berair yang menyebar ke seluruh buah. Buah yang terserang menjadi rontok atau tergantung seperti kantong yang penuh air. Selama masa panen, pembusukan biasanya dimulai pada batang dan diikuti oleh buah. Penyakit ini ternyata tidak hanya menyerang cabai saja melainkan dapat terjadi pada berbagai macam buah dan sayuran. Bakteri penyebab penyakit ini terdapat pada seresah tanaman, serangga, bahkan di tanah. Bakteri ini masuk ke tanaman melalui luka yang ditimbulkan oleh serangga taupun luka mekanis.
Kondisi hujan dan suhu yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan bakteri ini. Buah yang telah dipanen pun bisa terkena penyakit ini dari air yang digunakan untuk mencuci buah.
Untuk mengendalikannya dapat dilakukan pergiliran tanaman atau dengan dengan menanam tanaman yang tahan serta non-sayur. Selain itu system darinase lahan pun harus diperbaiki sehingga lahan cepat mengering dan mengurangi percikan air tanah. Kemudian pemanenan buah dianjurkan dilakukan saat kondisi kering dan hati-hati untuk menghindari adanya luka. Jika memungkinkan sebisa mungkin menghindari mencuci buah dengan air sembarang sebelum disterilisai dengan klorin.
8. Mosaik
Virus
 Gejala Serangan :Daun mengeriting dan terlihat belang-belang kuning seperti mozaik dan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil. Daun menjadi belang hijau muda dan hijau tua. Daun menjadi lebih kecil dan sempit dari pada biasa. Jika tanaman pada waktu masih sangat muda, tanaman terhambat pertumbuhannya dan kerdil. Tanaman sakit menghasilkan buah yang kecil – kecil dan sering tempak berjerawat.
Pengendalian :Mencabut dan membakar tanaman yang telah terserang virus, sanitasi,menggunakan bibit yang sehat,mengendalikan vektor.
9. Choanephora Blight
Choanephora cucurbitarum
Penyakit ini merupakan penyakit layu pada ujung cabai yang disebabkan Choanephora cucurbitarum. Meskipun termasuk jarang karena hanya ditemukan di daerah tropis, namun kita tetap harus mewaspadainya.
Gejala Serangan penyakit ini ditandai dengan ujung cabang yang menjadi layu. Jika diamati dengan teliti akan tampak keperakan yang berbentuk seperti jamur dengan ujung yang gelap. Jamur ini juga dapat membunuh bunga dan kuncup bunga. Tingginya curah hujan dan suhu di musim hujan sangat mempengaruhi keberadaannya. Karena informasi yang 

0 komentar:

Posting Komentar