1. Adat Sunda
2. Adat Melayu
Masyarakat Jawa Barat sebagian besar menganut agama Islam. Meskipun demikian, banyak adat yang masih berlaku. Sunda memiliki berbagai macam adat yang bernapaskan Islam, diantaranya setelah kelahiran hingga menjelang dewasa.
Kelahiran bayi merupakan suatu peristiwa yang didambakan oleh kedua orangtuanya. Di Sunda, apabila bayi yang dilahirkan adalah bayi laki-laki, ia akan segera diazankan di telinga kanan dan diiqamahkan di telinga kiri. Apabila bayi itu perempuan, ia cukup diiqamahkan saja. Dengan harapan, bayi yang baru lahir sudah mendengar kebesaran nama Allah SWT. Sehingga kelak menjadi anak yang soleh, bijaksana, pandai, dan taat menjalankan perintah agama. Kelahiran bayi ditandai dengan penyembelihan aqiqah sebagai rasa syukur kepada Allah SWT.
Kelahiran bayi merupakan suatu peristiwa yang didambakan oleh kedua orangtuanya. Di Sunda, apabila bayi yang dilahirkan adalah bayi laki-laki, ia akan segera diazankan di telinga kanan dan diiqamahkan di telinga kiri. Apabila bayi itu perempuan, ia cukup diiqamahkan saja. Dengan harapan, bayi yang baru lahir sudah mendengar kebesaran nama Allah SWT. Sehingga kelak menjadi anak yang soleh, bijaksana, pandai, dan taat menjalankan perintah agama. Kelahiran bayi ditandai dengan penyembelihan aqiqah sebagai rasa syukur kepada Allah SWT.
Kedewasaan seorang anak laki-laki, ditandai dengan upacara yang disebut dengan Khitan atau sunatan. Khitan biasanya dilakukan ketika anak berusia 7-8 tahun. Anak yang akan berkhitan disuruh berendam terlebih dahulu. Hal itu dimaksudkan agar pada saat dikhitan tidak banyak darah yang keluar. Kemudian, anak yang dikhitan menggunakan sarung.
Khitan dilaksanakan dihalaman rumah. Anak yang akan dikhitan, kedua kakinya diangkat oleh seorang laki-laki dewasa. Hal itu untuk mempermudah tukang sunat (paraji sunat) melakukan tugasnya. Setelah khitan selesai dilaksanakan, diadakan perayaan untuk menghibur anak yang dikhitan.
Khitan dilaksanakan dihalaman rumah. Anak yang akan dikhitan, kedua kakinya diangkat oleh seorang laki-laki dewasa. Hal itu untuk mempermudah tukang sunat (paraji sunat) melakukan tugasnya. Setelah khitan selesai dilaksanakan, diadakan perayaan untuk menghibur anak yang dikhitan.
2. Adat Melayu
Kehidupan orang melayu (Riau) selalu diwarnai dengan upacara adat sebagai warisan tradisi dari nenek moyang mereka. Masuknya agama Islam, sedikit banyak mempengaruhi dalam pelaksanaan upacara adat tersebut. Misalnya, kelahiran anak hingga masuk usia dewasa.
Anak yang baru lahir, jika bayi itu laki-laki segera diazankan, sedangkan bagi bayi perempuan diiqamahkan. Khusus bayi perempuan, lidahnya ditetesi madu dengan menggunakan kain. Hal itu dimaksudkan agar anak tersebut memiliki kata-kata semanis madu.
Beberapa hari setelah kelahiran, diadakan acara aqiqah sesuai dengan ajaran Islam. Bayi laki-laki disembelihkan dua ekor kambing, sedangkan bayi perempuan diaqiqahkan dengan satu ekor kambing. Selain diaqiqahi, juga dilakukan pemotongan rambut sekaligus pemberian nama kepada bayi tersebut.
Ketika bayi berusia 3 bulan, didakan upacara yang disebut mengayun budak. Bagi perempuan, diadakan pelubangan di telinga atau disebut batindik untuk dipasang perhiasan. Pada usia 6 bulan, diadakan upacara turun tanah, yaitu ketika bayi itu menjejakkan kakinya pertama kali di tanah.
Pada usia anak masuk 7 tahun, orangtuanya akan mengantarkan kepada guru ngaji untuk belajat Al-Qur’an, bersilat dan menari Zapin. Pada saat itu tiba waktunya seorang anak dikhitan, baik laki-laki maupun perempuan. Dalam acara bersunat, pesta perayaannya dimeriahkan dengan kesenian Gazal dan Langgam. Khusus anak laki-laki, khitan dilakukan setelah ia tamat (khatam) Al-Qur’an yang ditandai dengan upacara berkhatam ngaji. Kebanggaan bagi orang tua jika anak yang berkhitan sudah khatam dalam membaca Al-Qur’an. Sebaliknya, aib bagi orang tua jika anak yang dikhitan tidak dapat khatam membaca Al-Qur’an.
Khitan merupakan tanda bahwa seorang anak laki-laki dianggap telah memasuki dewasa. Mereka mulai memisahkan diri dengan orang tua dengan cara tidur di Surau atau Masjid. Anak laki-laki yang sudah dewasa disebut bujang, sedang perempuan disebut dara atau gadis.
Anak yang baru lahir, jika bayi itu laki-laki segera diazankan, sedangkan bagi bayi perempuan diiqamahkan. Khusus bayi perempuan, lidahnya ditetesi madu dengan menggunakan kain. Hal itu dimaksudkan agar anak tersebut memiliki kata-kata semanis madu.
Beberapa hari setelah kelahiran, diadakan acara aqiqah sesuai dengan ajaran Islam. Bayi laki-laki disembelihkan dua ekor kambing, sedangkan bayi perempuan diaqiqahkan dengan satu ekor kambing. Selain diaqiqahi, juga dilakukan pemotongan rambut sekaligus pemberian nama kepada bayi tersebut.
Ketika bayi berusia 3 bulan, didakan upacara yang disebut mengayun budak. Bagi perempuan, diadakan pelubangan di telinga atau disebut batindik untuk dipasang perhiasan. Pada usia 6 bulan, diadakan upacara turun tanah, yaitu ketika bayi itu menjejakkan kakinya pertama kali di tanah.
Pada usia anak masuk 7 tahun, orangtuanya akan mengantarkan kepada guru ngaji untuk belajat Al-Qur’an, bersilat dan menari Zapin. Pada saat itu tiba waktunya seorang anak dikhitan, baik laki-laki maupun perempuan. Dalam acara bersunat, pesta perayaannya dimeriahkan dengan kesenian Gazal dan Langgam. Khusus anak laki-laki, khitan dilakukan setelah ia tamat (khatam) Al-Qur’an yang ditandai dengan upacara berkhatam ngaji. Kebanggaan bagi orang tua jika anak yang berkhitan sudah khatam dalam membaca Al-Qur’an. Sebaliknya, aib bagi orang tua jika anak yang dikhitan tidak dapat khatam membaca Al-Qur’an.
Khitan merupakan tanda bahwa seorang anak laki-laki dianggap telah memasuki dewasa. Mereka mulai memisahkan diri dengan orang tua dengan cara tidur di Surau atau Masjid. Anak laki-laki yang sudah dewasa disebut bujang, sedang perempuan disebut dara atau gadis.
0 komentar:
Posting Komentar